Sang Pembuat Jejak |
Dimalam itu tanggal 20 Juli 1990 pukul 20.00 WIB. Entah mengapa pada saat itu suasana begitu sunyi, tak ada riuh-pikuk suara keributan disana-sini. Sesekali terdengar suara hewan-hewan kecil bernyanyi indah, seakan-akan berdzikir mengagungkan kebesaran Tuhannya. Akan tetapi dibalik ketenangan itu, disudut rumah bersalin nampak ada seorang ayah muda yang tengah gelisah seperti sedang menunggu sesuatu yang penting bagi hidupnya. Sesekali ia duduk tenang, namun kemudian bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mondar-mandir tak tentu arah. Oh, ternyata ia sedang menanti kehadiran pejuang keluarga, bangsa dan agamanya. Penantian tersebut tampak begitu indah dan membuat hati sang ayah gelisah, maklum ini merupakan penantian pertama yang dirasakan bahwa ia akan mendapatkan keturunan.
Detakan jam berlalu begitu saja, seperti tengah berlomba berdetak dengan detak jantung sang ayah menanti kelahiran anaknya. Dan hal yang dinanti itu akhirnya tiba, diruangan yang kecil terdengar tangisan indah dengan suara yang asing karena itu bukan tangisan sang istri apalagi suara bidan dan asistennya. Dengan senyum bahagia dan tangis keharuan yang menetes, sang ayahpun berlari kecil menuju ruangan kecil tempat sang istri tengah berbaring setelah berjuang melawan maut. Tanpa fikir panjang sang ayahpun langsung membuka pintu dan menghampiri sang istri dengan raut wajah kebahagian. Lantunan Tasbih, Tahmid dan Tahlil terucap langsung dari mulut sang ayah melihat sang istri tercinta dalam keadaan yang baik dan tentunya pejuang kecil yang nampak sehat dengan tangisan yang masih terdengar.
Dek, kamu baik-baik saja??tanya sang ayah. Ia kak, aku baik-baik saja, sahut istri. Mana pejuang kecil kita??tanya ayah kembali. Sang istri pun kembali menjawab itu kak, ia mirip sekali denganmu. Sambil tersenyum sang ayah berkata menanggapi pernyataan istrinya, ”tidak dek, ia mirip kita *_*. Keduanya saling bertatapan dan berpelukan pertanda kebahagiaan yang tiada tara. Sang ayah pun mengambil pejuang kecilnya, digendong anaknya, dan dibacakan lantunan azan dan iqomat serta beberapa ayat suci Al-Quran sebagai pertanda keislaman anaknya dan tentunya harapan yang besar bagi ayah terhadap anaknya, kelak dari tangan anaknya nilai-nilai keislaman itu tumbuh dan berkembang. Akhirnya keluarga yang sederhana itu mendapat penghuni baru, seorang putra yang bernama RIZKY SAPUTRA.
”Jazakumulloh Khoiron Katsiron Ummi dan Abi, anakmu lahir dengan selamat hingga saat ini tak kurang satu hal pun ”. *_*
Love u Ummi...
Love u Abi...
Next to Pahami Kekuatan Sebuah Nama
4 komentar
inspiratif banget postingannya mas. jhehhehe.. jadi semangat ^-^ kunjungi blog ku yo aslilah.blogspot.com
Terima kasih Tuan Teguh Yuono,, terima kasih masukannya,, saling memberi masukan ya,, sukses untuk kamu
Jejak kita :)
Sipp
Posting Komentar