|
Hamas Army |
Pemimpin adalah salah satu elemen yang sangat penting dalam segala aspek
kehidupan. Karena pemimpin memiliki peranan yang sangat vital dalam
rangka untuk mencapai satu tujuan. Selain itu, seorang pemimpin juga
memiliki andil yang sangat besar bahkan utama dalam mengarahkan
pencapaian suatu tujuan melalui jalur-jalur yang diridhai oleh Allah
swt.
Dalam era yang serba kompleks dan semakin kompleks ini baik
dalam segi aktivitas maupun permasalahannya, figur seorang pemimpin yang
baik telah menjadi satu kelangkaan yang luar biasa. Tentunya, figur
yang baik ini tidak lain adalah dilihat dari sudut pandang Islam.
Karena, hanya Islamlah yang mengajarkan kepada manusia untuk senantiasa
menjadi pemimpin yang baik dan menjalankan kepemimpinan tersebut dengan
baik. Karena setiap pemimpin akan bertanggungjawab atas kepemimpinannya
kelak kepada Allah swt. Karena di dalam ajaran Islam telah disampaikan
bahwa setiap diri atau setiap manusia itu pada dasarnya adalah pemimpin.
Minimal, ia adalah pemimpin bagi diri sendiri untuk membawa langkah
kehidupannya senantiasa berada di atas jalur yang diridhai oleh Allah
swt dalam segala hal.
Beberapa penjelasan di atas menjadi salah
satu alasan mengapa pemimpin dan kepemimpinan menjadi salah satu pokok
bahasan yang terdapat di dalam Islam, bahkan Islam sangat memperhatikan
masalah pemimpin dan atau kepemimpinan tersebut.
Pemimpin adalah
kompas dan peta yang akan menunjukkan kemana kehidupan ini harus
melangkah dan dibawa. Tanpa kompas dan peta, maka perjalanan hidup dapat
dengan mudah tersesat. Pemimpin adalah kompas dan peta yang berkualitas
tinggi, yang tidak mudah koyak atau rusak sehingga arah dan tujuannya
akan tetap jelas. Pemimpin adalah kompas dan peta berkualitas tinggi
yang dapat bertahan dalam berbagai perlakuan, sehingga ia dapat
memberikan arah dan petunjuk yang benar, tidak membawa kepada kesesatan
dan kebinasaan.
Pemimpin adalah ujung tombak dari sebuah
kehidupan, jika ujung tombak itu tumpul maka kehidupan akan vakum, tidak
berdaya guna, tidak efektif. Untuk itu, Islam memberikan banyak sekali
petunjuk kepada manusia yang pada dasarnya adalah seorang pemimpin untuk
menjalani kepemimpinannya.
Ada beberapa hal yang hendaknya
terdapat atau dimiliki oleh setiap pemimpin yang akan menjalankan
kepemimpinannya, sehingga kepemimpinannya dapat mencapai tujuan namun
tetap dalam ridha Allah swt, bukan mencapai rujuan dengan cara yang
dilaknat atau menimbulkan murka Allah swt. Berikut ini adalah beberapa
hal yang dalam kacamata Islam hendaknya harus ada di dalam jiwa setiap
pemimpin sehingga ia dapat membawa orang-orang yang berada di dalam
kepemimpinannya menuju keselamatan di dunia dan di akhirat:
Jujur
Pemimpin
adalah panutan bagi orang-orang yang berada di dalam kemimpinannya.
Oleh sebab itu, seorang pemimpin harus memiliki sifat jujur. Jujur dalam
perkataan dan perbuatan, sehingga antara apa yang disampaikannya
melalui lisan seiring dengan apa yang senantiasa diperbuatnya.
Orang
yang tidak memiliki sifat jujur tidaklah layak menjadi seorang
pemimpin, karena orang semacam ini adalah termasuk salah satu orang yang
dilaknat oleh Allah swt dan Rasulullah saw. Allah swt berfirman di
dalam Al Quran yang artinya:
“Siapa yang membantahmu tentang
kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah
(kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu,
isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu;
kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya
la’nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta” (QS. Al Imran:61)
Selain
itu, orang yang tidak jujur tidak berhak menjadi seorang pemimpin,
karena sesungguhnya ia adalah termasuk pada golongan orang-orang
munafik.
“Tanda-tanda orang munafik ada tiga perkara, yaitu
apabila berbicara dia dusta, apabila berjanji dia mungkiri dan apabila
diberi amanah dia mengkhianati.” (HR. Bukhari, Kitab-Iman: 32)
Kejujuran
adalah salah satu sifat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap
pemimpin, baik jujur kepada diri sendiri maupun jujur kepada orang lain.
Kejujuran ini juga telah dicontohkan oleh pemimpin bagi seluruh umat
Islam, Rasulullah saw. Sedikitpun beliau tidak pernah berdusta atau
berkhianat dalam hal apapun dan kepada siapapun.
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah swt dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab:21)
Amanah
Kepemimpinan
merupakan salah satu amanah yang sangat besar dan berat. Sebuah amanah
yang dipenuhi dengan godaan yang sangat menggiurkan. Tidak sedikit
manusia yang tergelincir karena tidak mampu melaksanakan amanah tersebut
dengan baik. Oleh karena itu, Islam mengajarkan bahwa setiap pemimpin
haruslah memiliki sifat yang amanah.
“Sesungguhnya Allah menyuruh
kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(QS. An Nisaa:58)
Seseorang yang tidak memiliki sifat amanah
tidak berhak menjadi seorang pemimpin, karena ia termasuk pada golongan
orang-orang munafik.
“Tanda-tanda orang munafik ada tiga perkara,
yaitu apabila berbicara dia dusta, apabila berjanji dia mungkiri dan
apabila diberi amanah dia mengkhianati.” (HR. Bukhari, Kitab-Iman: 32)
Kompeten
Kemudian,
Islam juga mengajarkan bahwa tidak seluruh manusia itu dapat diangkat
sebagai pemimpin suatu kaum, kelompok, organisasi atau suatu urusan
tertentu. Untuk mengangkat seorang pemimpin, kita harus melihat seberapa
besar kemampuan orang yang akan dipilih tersebut mengenai bidang atau
pokok permasalahan yang bersangkutan. Tidak boleh memilih atau
mengangkart seorang pemimpin secara sembarangan.
Kompetensi atau
kemampuan dalam bidang yang dimaksudkan harus menjadi tolak ukur untuk
memilih atau mengangkat seorang pemimpin. Jangan memilih orang-orang
yang tidak mampu atau tidak memiliki keahlian (kemampuan) dalam bidang
yang dimaksudkan untuk menjadi seorang pemimpin. Karena, bukan
kepemimpinan yang nanti akan diberikannya, melainkan kehancuran karena
kurang atau tidak adanya kemampuan dalam bidang yang dimaksudkan.
Rasulullah
saw bersabda: “’Apabila amanah telah disia-siakan, maka tunggulah
kehancuran’ Sahabat bertanya, ‘Bagaimana menyia-nyiakannya?’ Rasulullah
saw menjawab, ‘Apabila suatu urusan diserahkan kepada orang-orang yang
bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya’” (HR. Imam Bukhari).
Inspiratif
Seorang
pemimpin haruslah memiliki pemikiran-pemikiran yang membangun dan mampu
memotivasi para pengikutnya. Ia harus mampu menjadi ombak bagi lautan
yang tenang, menjadi api dalam kedinginan yang membeku, dan menjadi
halilintar dalam keheningan yang membisu.
Seorang pemimpin harus
senantiasa mampu membangun semangat para pengikutnya sehingga mereka
tidak terdampar dalam kehampaan atau ketidakberdayaan.
Seorang
pemimpin harus mampu mempengaruhi para pengikutnya untuk dapat bergerak
sebagaimana jalan pikirannya, tentunya jalan pikiran yang senantiasa
dilandasi oleh syariat Islam, bukan jalan pikiran yang berdasarkan hawa
nafsu semata. Hal ini sebagaimana telah dilakukan oleh Rasulullah saw
dalam menjalankan kepemimpinannya.
“Dan orang-orang yang bersama
dengan dia (Muhammad) adalah keras terhadap orang-orang kafir tetapi
berkasih sayang dengan sesama mereka” (QS. Al-Fath:29).
Seorang
pemimpin hendaknya mampu menghidupkan jiwa para pengikutnya dengan
segala tindakan yang inspiratif, baik lisan, tulisan, maupun dalam
perbuatan.
“Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan sebuah
perkataaan yang belum jelas bermanfaat baginya sehingga membuat ia
terperosok ke dalam api Neraka lebih jauh daripada jarak timur dan
barat.” (Muttafaq ‘alaih)
Sabar
Salah satu hal yang pasti
harus dihadapi oleh seorang pemimpin adalah permasalahan. Berbagai macam
permasalahan, mulai dari permasalahan pribadi, permasalahan
pengikutnya, permasalahan kepemimpinannya, dan lain-lain pasti akan
mendatangi seorang pemimpin mau atau tidak mau. Seorang pemimpin
dituntut untuk dapat menghadapi berbagai permasalahan tersebut dengan
sikap yang sabar dan bijaksana, dan menyelesaikan masalah tersebut
secepat mungkin namun bukan dengan tergesa-gesa. Itulah sebabnya, sabar
menjadi salah satu persyaratan yang harus dimiliki oleh seorang
pempimpin.
Sifat sabar itu sendiri juga memiliki kedudukan yang cukup tinggi di dalam pandangan Islam.
“…sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS. Al Baqarah:153)
“Demi
masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr:1-3)
Kesabaran inilah yang
juga menjadi salah satu modal dasar dalam menysiarkan Islam sebagaimana
firman Allah swt di dalam Al Quran yang artinya:
“Maka disebabkan
rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran: 159)
Berikut ini adalah beberapa contoh keteladanan Rasulullah saw berkenaan dengan sifat sabar:
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan:
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah sama sekali memukul seorang
pun dengan tangannya kecuali dalam rangka berjihad di jalan Allah.
Beliau tidak pernah memukul pelayan dan kaum wanita. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah membalas suatu aniaya yang
ditimpakan orang atas dirinya. Selama orang itu tidak melanggar
kehormatan Allah Namun, bila sedikit saja kehormatan Allah dilanggar
orang, maka beliau akan membalasnya semata-mata karena Allah.” (HR.
Ahmad)
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan: “Suatu kali aku
berjalan bersama Rasulullah saw, beliau mengenakan kain najran yang
tebal pinggirannya. Kebetulan beliau berpapasan dengan seorang Arab
badui, tiba-tiba si Arab badui tadi menarik dengan keras kain beliau
itu, sehingga aku dapat melihat bekas tarikan itu pada leher beliau.
ternyata tarikan tadi begitu keras sehingga ujung kain yang tebal itu
membekas di leher beliau. Si Arab badui itu berkata: “Wahai Muhammad,
berikanlah kepadaku sebagian yang kamu miliki dari harta Allah!” Beliau
lantas menoleh kepadanya sambil tersenyum lalu mengabulkan
permintaannya.” (Muttafaq ‘alaih)
Rendah hati
Seorang
pemimpin haruslah memiliki sifat rendah hati dan menghilangkan sifat
riya’ atau sombong dari dalam jiwanya. Kepemimpinan tidak akan dapat
berjalan dengan baik dan tidak juga akan mendapat ridha Allah swt
manakala dijalankan dengan tujuan riya’ atau sombong. Kesombongan atau
sifat riya’ seorang pemimpin akan menghancurkan kepemimpinan yang tengah
dibangunnya dari dalam. Boleh jadi, justru para pengikutnyalah yang
akan menghancurkan kepemimpinannya karena kesombongan yang ia tampakkan.
Dari
Ibnu Mas’ud ra. dari Nabi saw, sabdanya: “Tidak dapat masuk syurga
seseorang yang dalam hatinya ada seberat timbangan seekor semut kecil
dari kesombongan.” Kemudian ada seorang lelaki berkata: “Sesungguhnya
ada seorang lelaki yang gemar sekali kalau pakaiannya bagus dan
terumpahnya bagus.” Beliau saw lalu bersabda: “Sesungguhnya Allah itu
Maha Indah, juga mencintai keindahan. Sombong itu ialah menolak petunjuk
yang hak – yakni kebenaran – serta menghinakan para manusia. (Riwayat
Muslim)
Musyawarah
Seorang pemimpin yang baik adalah
mereka yang mengutamakan jalan musyawarah untuk mencari jalan keluar
atas berbagai permasalahan kepemimpinan yang tengah dihadapinya,
terlebih lagi jika permasalahannya menyangkut unsur-unsur yang vital.
Banyak kepala tentunya akan dapat memberikan masukan atau jalan keluar
yang lebih banyak ketimbang satu kepala. Musyawarah merupakan salah satu
jalan yang dianjurkan dan telah mengakar dalam ajaran Islam. Untuk itu,
sudah sepatutnya seorang pemimpin yang baik tidak melupakan musyawarah
dalam kepemimpinanya.
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras
lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu
telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran:
159)
“Dan (bagi) orang – orang yang menerima (mematuhi) seruan
Rabb-nya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki
yang kami berikan kepada mereka” (QS; Asy-Syura :38)
Mampu berkomunikasi dengan rakyatnya
Komunikasi
merupakan satu faktor vital dalam segala aspek kehidupan. Dan
komunikasi juga merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam
sebuah kepemimpinan. Terjalinnya komunikasi yang baik antara pemimpin
dengan orang-orang yang dipimpinnya merupakan salah satu ciri
keberhasilan sebuah kepmimpinan.
Seorang pemimpin dituntut untuk
mampu membangun jalur komunikasi yang baik antara dirinya dengan para
pengikutnya. Sehingga banyak masukan yang membangun yang dapat ia terima
dan ia pergunakan untuk menjalankan dan memajukan kepemimpinannya,
membawa kepemimpianan dan pengikutnya menuju cita-cita dan ridha Allah
swt.
“Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan
bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada
mereka.” (QS. Ibrahim:4)
dikutip dari :
http://naunganislami.wordpress.com/2009/08/11/pemimpin-dalam-islam/