"Generasi Pembaca Judul"
by Dini Haiti Zulfany
Pernahkah teman-teman membaca sebuah judul yang bombastis, tendensius,
cetar, menggelegar, dan menggemparkan dunia maya lalu langsung
berkomentar *terutama komentar yang disertai dengan kecenderungan
shu'udzon* bahkan tanpa membaca isi berita atau tulisannya terlebih
dahulu? Memahami suatu case sepotong-sepotong, trus pura-puranya ngerti.
"Geruduk Kantor DPRD, FPI Desak Ahok Masuk Islam"
"Waduh... Ribuan PNS Jaminkan SK Pengangkatan ke Bank"
"Ayu Azhari Dijanjikan Jadi Biduan PKS"
"Pelaku Bom Boston Diduga Terkait Kelompok Teror Imarat Kavkaz"
Apakah ada hal yang terlintas di pikiran teman-teman ketika membaca 4 judul berita di atas? Kalau saya sih ada :)
Itu hanya 4 contoh judul berita yang menurut saya, cukup menarik minat
para internet user, terutama yang aktif di media sosial, untuk ikut
serta memberi komentar. Baik komentar yang diberikan sebelum maupun
sesudah dibaca.
Orang-orang yang sedari awal memang sudah menaruh sentimen, benci, tak
suka, tak kenal, eneg, empet sama FPI, PNS, PKS dan sama 'teroris' plus
kurang memaksimalkan fungsi otak untuk memahami suatu permasalahan
secara menyeluruh, cukup berpotensi untuk langsung komentar semacam:
"Dasar sok suci!" "Berlindung di balik jubah" and so bla bla blaaa.
Atau, "Makanya jangan jadi PNS!", atau "Ckckck abdi negara kok kayak
gitu" and so bla bla blaaa. Atau, "Tuh, janggutan sih, diduga teroris
deh", dan lain sebagainya.
I am not part of FPI. None part of PNS. Bukan fans-nya Ayu Azhari.
Apalagi teroris. Bukan. Saya bukan pembela mereka. Itu contoh doang yes.
4 komponen dari berita sehari-hari yang cukup sering dikomentari begitu
saja, tanpa mikir bahwa tiap komentar yang kita berikan pada
berita-berita tersebut pun, kelak akan ikut kita pertanggungjawabkan di
akhirat. Baik itu kita berkomentar melalui identitas pribadi kita,
maupun lewat identitas anonim. Di akhirat nanti, tak ada istilah hamba
Allah 'anonymous' ya toh?
Kalau kata Sheila On 7: "Lihat, Dengar, Rasakan", bolehlah kita tambah menjadi: "Lihat, Dengar, Rasakan, dan Pahami".
Misalkan setelah kita baca judul berita, lalu membaca secara keseluruhan
isi berita tersebut dan keukeuh ngasih komentar yang menurut kita layak
disuguhi komentar demikian, yah itulah hak tiap orang, pilihan
masing-masing individu. Komentar kita itu, bisa jadi benar, walaupun
mungkin saja keliru. Dan yang patut kita ingat bersama adalah, kita
bebas memilih dan berkomentar, namun tidak terbebas dari konsekuensi
komentar dan pilihan yang kita ambil.
Dan bicara tentang komentar dengan kecenderungan shu'udzon di awal tadi,
saya pun tak ingin terjebak dalam kecenderungan tersebut. Oleh karena
itulah tulisan ini saya publish. Husnudzon saya kepada orang-orang yang
asal komen tanpa baca judul *or let's say they are Generasi Pembaca
Judul* apalagi komentar dengan kata-kata kasar: mungkin mereka belum
paham case-nya secara menyeluruh, atau jika mereka *katakanlah* sudah
paham, bisa jadi mereka belum tau kalau komentar-komentar itu pun nanti
dimintai pertanggungjawabannya, atau mereka belum pernah diajari bahwa
di dunia maya pun perlu etika. Hihihi, mudah kaaan berbaik sangka :P
Bukankah husnudzon (berbaik sangka) itu jauh lebih menenangkan dan
membahagiakan diri daripada shu'udzon (berburuk sangka)? Jadi, mari kita
biasakan husnudzon, supaya otak kita tidak lelah, supaya tidak
'menyiksa' diri sendiri, minimal, supaya tidak menambah pundi-pundi
kotoran di hati ^^
*penulis: @diniehz on twitter
0 komentar
Posting Komentar