"Pulau Kalimantan" |
_KISAH PESERTA PPGT DI PEDALAMAN BORNEO
Indonesia tanaq sungai le
Sukunya tetap budayanya tetap
Ayen pernah badaq le peq merdeka
Beq raun pernah lepe tei koq lepoq perdana
Ayen pernah badaq le peq merdeka
Beq raun pernah lepe tei koq lepoq perdana
_
Pantun kami (Dayak kenyah)
Sebuah pantun
yang saya buat menggunakan bahasa dayak keyah, begitu mengejek siapa saja yang
belum terbuka akan Indonesia. Bahwa di ujung negeri ini masih banyak masyarakat
Indonesia yang masih jauh dari kecukupan, kelayakan hidup, kemudahan pelayanan
dan semua hal yang kita nikmati selsaya orang yang tinggal di perkotaan.
Indonesia tanah air beta
Bersuku-suku dan berbudaya
Janagan pernah mengatakan telah merdeka
Kalau belum pernah tinggal di pedalaman perdana
_
Pantun kami (Dayak kenyah)
Luapan emosi dan
perasaan di atas bukan sebatas kata tanpa arti, karena penulis mengalami
sendiri selama 3 bulan tinggal di pedalaman Kalimantan Timur. Tepatnya di desa
Perdana, kecamatan Kembang Janggut. Inilah kisah saya dan teman-temanJ
Hari itu tanggal
14 Agustus 2013, di subuh hari udara begitu sejuk tatkala bus damri telah
menunggu kami 23 orang mahasiswa PPGT SMK Kolaboratif yang akan diberangkatkan
dan disebar di SMK pertanian yang ada di Kalimantan Timur. Sedangkan 7 orang
lainnya akan berangkat esok hari ke SMK yang ada di Merauke, Papua.
Berbalut jaket,
sebuah tas ransel, dan 2 buah koper, saya berjalan menuruni anak tangga untuk
menuju bus yang akan mengantar saya dan teman-teman ke bandara Soekarno-Hatta .
Sebuah pengalaman yang akan menamabah jejak hidupku karena untuk pertama kalinya
akan menginjakkan kaki di tanah borneo. Sebuah tempat yang gaungnya sudah
terdengar sampai ke kota kelahiranku. Gaung akan sukunya, alamnya, mistisnya,
adatnya dan hal lainnya yang membuat saya pribadi begitu sangat ingin segera
berjumpa dengan borneo.
Setelah melsayakan
perjalanan udara 2 jam dari Jakarta, akhirnya saya dan rekan-rekan tiba di
Bandara Sepinggan, Balikpapan.Di bandara rombongan dipisah menuju sekolah
masing-masing. Rombonganku beranggotakan 6 orang diantaranya mas Edi, Yoki,
Teguh, mas Tono, mas Adi dan tentunya saya Rizky Saputra J. Dan yang tidak boleh dilupakan
adalah pembimbing kami, bapak babak belur hehe Pak Daryanto. Karena Pak
Daryanto suka mengatakan dalam kuliyahnya babak belur ketika menyikapi suatu
hal.Jadi semua teman-teman mengenalnya dengan bapak bapak belur, panggilan
sayang kami ke beliau.:) Kami rombongan akan menuju SMKN 1 Kota Bangun.
Dari bandara
Sepinggan menuju sekolah tempat saya dan kelima teman membutuhkan waktu
perjalanan 6-8 jam. Jam 22.00 WITA kami tiba disekolah. Kami disambut oleh
beberapa guru dan tentunya bapak kepala sekolah Bpk Basaruddin. Kesan pertama
melihat sekolah adalah sungguh sangat mengenaskan dan mulai muncul perasaan
tidak kerasan. Sangat jauh berbeda dibandingkan dengan tempat kami magang sebelumnya.Di
dalam hati saya berkata apa mungkin saya bisa betah dan nyaman bisa mengajar
disini. Bangunannya sedikit, siswanya sedikit, tidak ada listrik lagi.Hadeuhhh
jadi ilfell kalau kata anak muda. hehehe
Pada acara
penyambutan tersebut nampak seseorang yang tak lain adalah coordinator sekolah
filial dari SMK N 1 Kota Bangun namanya Pak Muslimin. Sekilas kami tidak
terlalu mengkhiraukan, rupanya dari beliaulah saya dan beberapa rekan akan
merasakan pengalamaan yang luar biasa tinggal di pedalaman borneo.
Di malam itu, kepala
sekolah memberitahu kami bahwa 3 orang
dari 6 peserta magang akan ditempatkan di sekolah filial di daerah pedalaman.
Maka tak heran jika ketika penyambutan coordinator filial ikut menyambut kami,
rupanya ingin membawa 3 orang dari kami untuk membantu mengajar di sekolah
filial.
Pak muslimin
menceritakan bahwa disekolah filial nanti perjalanan kesana butuh waktu 2 hari 2
malam, lewat jalan setapak, seharian naik perahu kecil, tidak ada
listrik dan lain sebagainya. Pernyataan itu rupanya membuat beberapa rekan
diantara kami langsung ciut dan mengundurkan diri. Sebenarnya mendengar
pernytaan itu saya bergumam dalam hati bahwa saya harus kesana, sepertinya
disana lebih seru daripada disini, selagi dikalimantan kenapa tidak mencari sesuatu
yang lebih menantang walau penuh dengan ketiadaan sarana dan prasarana
pendudukng kehidupan. Maka dari tiu saya tekadkan dalam hati Bismillah, saya
ikut pak muslimin. Dan akhirnya 2 rekan saya Teguh Yuono dan mas Tono Andri
Yanto bersedia untuk berpetualang menuju sekolah filial yang ada di desa
perdana, kecamatan Kembang Janggut.
alam
itu kami ber enam ditemani beberapa siswa bermalam di ruangan kepala sekolah
tanpa listrik dan pencahayaan hanya dari genset sekolah. Sedangkan pak daryanto
bermalam di kediaman Kepala Sekolah. Akhirnya hari itu ditutup dengan istirahat."Penyambutan di sekolah induk" |
PERJALANAN
MENUJU SEKOLAH FILIAL
Subuh itu di
Kota Bangun di guyur hujan. Hujan turun menemani kami sepanjang malam. Terbesit
di dalam hati saya apa perjalan hari ini menuju filial akan ditunda, mengingat
hujan yang tak kunjung reda dan semakin membesar.
Tepat pukul
08.00 WITA, rombongan bapak ibu guru, kepala sekolah, dosen dan koordinator
menemui kami dan siap melepas kami yang akan berangkat ke sekolah filial.
Nampak dari luar, mobil dengan bak terbuka (L300) telah menanti kami untuk
melakukan perjalanan yang jauh menuju sekolah filial. Setelah semua siap kami
berpamitan dengan sekolah induk, dan kamipun meluncur menuju sekolah filial
mengendarai kendaraan bak terbuka walau harus kepanasan tapi tidak menurunkan
langkah semangat kami untuk menuju sekolah filial.
Tidak kurang
dari satu jam kami sudah sampai menuju dermaga penyebrangan kota bangun.
Dermaga yang menjadi urat nadi untuk lalu lintas warga sekitar. Hal ini tidak
dipungkiri karena seluruh Kalimantan Timur, wilayahnya dilalui sungai-sungai
besar. Sangat berbeda sekali dengan kehidupan saya dan teman-teman di Lampung.
Dengan menyewa 1 buah kapal kecil kamipun memulai perjalanan menuju sekolah
filial. Perjalanan ini memakan waktu 2 jam hingga 3 jam perjalanan.
Sepanjang
perjalanan senyum tak pernah lepas dari wajah saya dan rekan-rekan melihat
keindahan alam sungai Mahakam.Belum lagi ketika melintasi danau Semayang yang
begitu mempesona. Sangat luas seperti laut, belum lagi terlihat di kanan kiri
kawanan burung angsa mencari mangsa memanjakan mata kami. Belum lagi di
pinggiran sungai terlihat kawanan sapi coklat yang tengah mencari makan di
rerumputan membuat kami kagum akan tanah borneo. Di dalam hati saya bergumam,
tampaknya ini akan menjadi pengalaman yang sangat mengasyikkan.
Tiga jam
perjalanan kami sampai di dermaga kahala, dermaga yang sederhana tapi begitu
penting bagi masyrakat. Sambil melepas lelah dengan meminum secangkir kopi,
saya dan teman-teman sesekali masih terbayang perjalanan menyelusuri sungai dan
danau Semayang. Suatu hal yang tak terlupakan. Setelah lepas keletihan kami
melanjutkan perjalanan menggunakan mobil charter menuju desa perdana yang
memakan waktu 3 jam perjalanan darat. Oh ia sekedar informasi untuk biaya
perjalanan dari kota bangun menuju desa perdana sebesar Rp 2.000.000,-/pp.
Sebuah biaya yang saya katakan fantastis, tapi syukurnya semua biaya di
tanggung oleh sekolah. Jadi sedikit lega. Hehe
Sepanjang
perjalanan menuju desa Perdana nampak perkampungan desa-desa yang masih
jarang-jarang. Yang nampak hanya perkebunan kelapa sawit yang tak berujung.
Dengan mata terlelap saya masih memikirkan tempat seperti apa yang akan kami
kunjungi ini.
Mobil charteran
kami memasuki perkampungan warga dan memberhentikan kami di sebuah rumah.
Rupanya rumah kepala desa, dan dalam 3 bulan ini kami akan tinggal di rumah
kepala desa dalam menjalankan tugas kami di sekolah filial.
"Tiba di dermaga Kahala" |
PERJUANGAN DISEKOLAH
"Book Cover" |
Jarak menuju
sekolah lumayan jauh sekitar 1- 2 km menelusuri jalanan kebun kelapa sawit
dengan berjalan kaki. Terik panas terasa, basah kuyup ketika hujan. Tapi semua
itu sirna tatkala melihat siswa/I yang penuh semangat ke sekolah. Semangat itu
nampak sekali di raut wajah mereka karena mereka pun untuk sampai disekolah
bukan suatu perkara mudah. Jarak yang jauh, medan yang sulit, bahkan sebagian
dari mereka harus menyebrangi sungai untuk sampai sekolah. Sebenarnya
perusahaan yang ada di daerah tersebut menyediakan bus sekolah (itu yang mereka
bilang). Padahal kami tidak menganggapnya itu bus sekolah, karena wajar itu
bukan bus tapi mobil truk pengangkut sawit yang digunakan untuk mengantar
siswa/I pergi sekolah. Fasilitas itu diberikan juga hanya kepada anak para
pekerja perusahaan. Sedangkan yang lain harus memikirkan sendiri bagaimana
dapat pergi menuju sekolah.
Kondisi sekolah
filial juga tidak lebih baik. Bangunan yang masih menumpang dengan SMP menjadi
sedikit penghalang siswa/I untuk lebih bebas belajar. Bangunan tempat belajar
terdiri dari 4 ruangan belajar + ruangan
kantor. Ruangan kantor yang bisa dikatakan belum layak, karena ruang kepala
sekolah+ruang guru+ruang TU+administrasi berada di ruangan kecil itu. 4 ruang
belajar terdiri dari 2 ruangan untuk kelas X, 1 ruangan untuk kelas XI dan 1
ruangan untuk kelas XII.
Jumlah total
siswa di sekolah filial berjumlah 170 siswa/i, kelas x sekitar 70 siswa/I untuk
2 kelas, kelas xi sekitar 60 siswa/I dan kelas xii sekitar 40 orang. Jumlah
total guru sekitar 8 orang. Tapi yang aktif hanya 4 orang. Kenyataan ini yang
buat miris. Banyak jam pelajaran yang kosong dikarenakan jumlah guru yang
sedikit. Sehingga anak-anak sebelum kedatangan kami suka tidak belajar pas
datang ke sekolah.
Melihat
kenyataan itu kami berinisiatif untuk mengisi seluruh kekosongan guru mata
pelajaran yang tidak ada. Walau harus mengorbankan waktu istirahat kami rela
agar anak-anak bisa belajar dengan efektif. Saya mengajar beberapa mata
pelajaran diantaranya penyuluhan pertanian, kkpi, kewirausahaan, ips dan ketika
jurusan administrasi perkantoran masih ada saya juga ikut mengajar pengantar
akuntansi, pengantar ekonomi dan bisnis. Total jam mengajar lebih dari 30 jam.
Dalam kegiatan
mengajar saya harus pintar-pintar mengelola kelas dan memanfaatkan hal yang
saya miliki dan alam miliki. Karena walau sekolah ini jurusannya pertanian,
tidak ada satupun alat pertanian, bahkan listrikpun tidak ada. Hal yang menarik
ketika harus mengajar KKPI. Coba bayangkan , mengajar computer tidak ada
komputer dan tidak ada listrik. Mau seperti apa proses pembelajarannya?? J inilah yang saya katakan seorang
guru harus kreatif. Akhirnya saya gunakan laptop saya untuk jadi bahan praktek
mereka. Setiap malam saya mengecash laptop hingga full untuk digunakan sebagai
bahan praktek mereka. Sedikit teori saya berikan ke mereka selanjutnya saya
minta mereka satu persatu untuk maju mempraktekan. Saya fikir cara itu lebih
baik untuk membuat mereka memahami pelajaran dan setidaknya mengenal komputer.
Sedih melihat
kondisi siswa/i disana. Betapa tidak mereka jurusan pertanian tapi konsep dasar
pertanian juga mereka tidak tahu, seperti apa itu gulma, pestisida, perhitungan
jarak tanam dan lainnya. Jangan ditanya kalau penguasaan mereka terhadap
komputer, masih sangat jauh. Belum lagi saya mendapati ada siswa/I yang membaca
pun masih terbata-bata. Membuat miris di hati ini.
Dalam kegiatan
mengajar kami disekolah filial tak jarang saya dan teman-teman menjumpai
anak-anak berkelahi, guru yang diancam akan dibunuh, bahkan mabuk-mabukan
dilingkungan sekolah. Geram melihat itu tapi kembali berfikir bahwa saya adalah
seorang guru yang tugasnya mendidik. Maka saya dan teman-teman menangani
perilaku menyimpang mereka itu dengan cara baik-baik dan mengatur strategi yang
kami jalankan disana agar mereka tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Perlahan-lahan kelakuan buruk itu pun berkurang.
Terkadang lucu
melihat sekolah, jika dulu saya magang di cianjur tugas saya adalah mengelola
kelas. Tapi disini saya dan teman memiliki tugas bukan hanya mengelola kelas
tapi mengelelola sekolah. Bagaimana tidak dalam seminggu kami full mengajar dan
dalam seminggu itu 4 hari kami merasakan hanya kami bertiga guru yang ada di
sekolah. Sehingga urusan administrasi, kasus anak-anak, hingga kebijakan kecil
soal pembelajran kami lah yang mengatur.
PERJUANGAN
DI RUMAH DAN LINGKUNGAN
Di awal kami sudah katakana bahwa kami
tinggal di rumah kepala desa. Pada awalnya kami khawatir tentang kehidupan
kami. Betapa tidak, akses di lingkungan begitu terbatas. Untuk mengambil uang
hidup saja yang diberikan oleh dikti butuh perjalanan 8-10 jam untuk sampai ATM
dengan biaya pulang pergi 2 juta rupiah. Dari pada kami harus mengeluarkan uang
sebanyak itu maka saya dan teman-teman memutuskan untuk tidak mengambil uang
hidup selama 3 bulan. Dan berusaha untuk survival hidup disana dengan uang yang
ada. Karena saya orang manajemen pertanian maka saya meminta mereka untuk
mengelola keuangan mereka. Saya minta mereka untuk menguras uang mereka di ATM
sebelum berangkat hingga terkumpul Rp 3.000.000,- yang akan saya kelola untuk
hidup selama 3 bulan. Uang itu sudah terhitung dengan uang makan+uang tempat
tinggal. Secara matematis, dengan biaya hidup di Kalimantan yang tinggi uang
segitu tidak akan cukup untuk 3 bulan. Tapi bismillah saya akan coba kelola
agar cukup 3 bulan bahkan sisa. Dan luar biasanya diakhir kami magang+tinggal
dijakrta 5 hari. Uang itu masih siswa 1,7juta rupiah. Sebuah prestasi yang luar
biasa. Apa yang kami lakukan disana sampai kok bisa sisa?? Rupanya ALLAH
memudahkan langkah kami disana, tempat tinggal kami gratis, bahan pokok
ditanggung desa, dank arena gemarnya kami silaturohmi kebutuhan sayuran setiap
hari di supply oleh warga. Mereka tidak mau dibayar oleh kami. Itu mungkin
hikmah silaturahmi hingga kami bisa hidup cukup di Kalimantan.
Kegiatan
kami di lingkungan selain silaturhmi adalah membantu aktivitas keagamaan di
lingkungan. Melihat minimnya peran masyarakat soal aktivitas keagamaan maka
kami terdorong untuk ambil bagian. Beberapa kali saya diminta untuk menjadi
pengajar TPA, petugas khutbah jumat, imam masjid dan pembacaan doa saat acara
tasyakuran warga. Pernah juga menjadi panitia perlombaan anak-nak TPA.
Karena
sedang di Kalimantan, tidak ada salahnya kami pun mencoba untuk mengenal
kebudayaan orang dayak, kutai, banjar, dan pendatang. Semua itu dilakukan untuk
menambah pengetahuaan kami akan Indonesia.
Kehidupan
kami dirumah sangat asyik karena setiap minggu untuk mencari lauk kami pergi
memancing. Bahkan untuk mandi kami harus mandi di sungai karena emang sungai
menjadi salah satu tempat untuk mandi dan cuci baju bagi masyarakat.
PESAN
YANG KAMI INGIN KATAKAN
1 komentar
ceritanya bagus pak :) ... tapi masih kurang panjang :D
Posting Komentar